Rabu, 17 Maret 2010

Makam Sunan Gunung Jati


IATMI-CIREBON: Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari sembilan orang penyebar agama Islam terkenal di Pulau Jawa yang disebut Wali Sanga. Kehidupannya selain sebagai pemimpin spriritual, sufi, mubaligh dan dai pada jamannya juga sebagai pemimpin rakyat karena beliau menjadi raja di Kasultanan Cirebon, bahkan sebagai sultan pertama Kasultanan Cirebon yang semula bernama Keraton Pakungwati.

Memasuki kompleks pemakaman anda akan melihat Balemangu Majapahit yang berbentuk bale-bale berundak yang merupakan hadiah dari Demak sewaktu perkawinan Sunan Gunung Djati dengan Nyi Mas Tepasari, putri dari Ki Ageng Tepasan, salah seorang pembesar Majapahit.

Masuk lebih kedalam anda akan melihat Balemangu Padjadjaran, sebuah bale-bale besar hadiah dari Prabu Siliwangi sebagai tanda penghargaan pada waktu penobatan Syarif Hidayatullah sebagai Sultan Kasultanan Pakungwati (cikal bakal kraton di Cirebon).

Makam Sunan Gunung Jati yang terletak di Bukit Sembung hanya boleh dimasuki oleh keluarga Keraton sebagai keturunannya selain petugas harian yang merawat sebagai Juru Kunci-nya. Selain dari orang-orang tersebut tidak ada yang diperkenankan untuk memasuki makam Sunan Gunung Jati.

Alasannya antara lain adalah begitu banyaknya benda-benda berharga yang perlu dijaga seperti keramik-keramik atau benda-benda porselen yang menempel ditembok-tembok dan guci-guci yang dipajang sepanjang jalan makam. Keramik-keramik yang menempel di tembol bangunan makam konon dibawa oleh istri Sunan Gunung Jati, Putri Ong Tien, yang berasal dari Cina.

Banyak keramik yang masih sangat baik kondisinya, warna dan design-nya sangat menarik. Sehingga dikhawatirkan apabila pengunjung bebas keluar-masuk seperti pada makam-makam wali lainnya maka barang-barang itu ada kemungkinan hilang atau rusak.

Para peziarah di Makam Sunan Gunung Jati hanya diperkenankan sampai di batas pintu serambi muka yang pada waktu-waktu tertentu dibuka dan dijaga selama beberapa menit kalau-kalau ada yang ingin menerobos masuk. Dari pintu yang diberi nama Selamat Tangkep itu terlihat puluhan anak tangga menuju Makam Sunan Gunung Jati.

Ada 9 pintu dalam Makam Sunan Gunung Jati, yaitu 1) Pintu Gapura, 2) Pintu Krapyak, 3) Pintu Pasujudan, 4) Pintu Ratnakomala, 5) Pintu Jinem, 6) Pintu Rararoga, 7) Pintu Kaca, 8) Pintu Bacem, dan 9) Pintu Teratai. Para pengunjung atau peziarah hanya diperkenankan masuk sampai di pintu ke-5 saja.

Para peziarah umum diharuskan masuk melalui gapura sebelah Timur dan langsung masuk pintu serambi muka untuk berpamit kepada salah seorang Juru Kunci yang bertugas. Setelah diijinkan maka peziarah umum dapat menuju ke pintu barat yaitu ruang depan Pintu Pasujudan.

Uniknya di dalam kompleks makam Sunan Gunung Jati terdapat kompleks makam warga Tionghoa di bagian barat serambi muka yang dibatasi oleh pintu yang bernama Pintu Mergu. Lokasinya disendirikan dengan alasan agar peziarah yang memiliki ritual ziarah tersendiri seperti warga Tionghoa tidak akan terganggu dengan ritual ziarah pengunjung makam.

Jumlah petugas Makam Sunan Gunung Jati seluruhnya ada 108 orang yang terbagi dalam 9 kelompok masing-masing 12 orang berjaga-jaga secara bergiliran selama 15 hari yang diketuai oleh seorang Bekel Sepuh dan Bekel Anom (merupakan tambahan setelah Keraton Cirebon dipecah menjadi Keraton Kasepuhan dan Kanoman).

Selain Sultan dan Juru Kunci yang ditunjuk maka tidak ada lagi orang yang diperkenankan masuk ke makam Sunan Gunung Djati. Konon di sekitar makam Sunan Gunung Djati terdapat pasir Malela yang dibawa langsung dari Mekkah oleh Pangeran Cakrabuana. Pasir ini tidak diperbolehkan dibawa keluar dari kompleks pemakaman. Para Juru Kunci sendiri diharuskan membersihkan kaki-nya sebelum dan sesudah dari makam agar tidak ada pasir yang terbawa keluar.

Tak jauh dari bangunan makam terdapat masjid yang diberi nama Masjid Sang Saka Ratu atau Dok Jumeneng yang konon dulunya digunakan oleh orang-orang Keling yang pernah memberontak pada Sunan Gunung Djati. Di dalam masjid kita bisa melihat Al-Quran yang berusia ratusan tahun dan dibuat dengan tulisan tangan (bukan cetakan mesin).

Ada beberapa sumur di sekitar bangunan masjid, yaitu Sumur Kemulyaan, Sumur Djati, Sumur Kanoman dan Sumur Kasepuhan. Masjid ini sendiri memiliki 12 orang Kaum yang pengangkatannya melalui prosedur Kesultanan dengan segala tata cara dan tradisi lama yang masih dijalankan. Ke-12 orang tersebut terdiri dari 5 orang Pemelihara, 4 orang Muadzin, 3 orang Khotib ditambah dengan seorang penghulu atau Imam. Kecuali penghulu mereka bertugas secara bergilir setiap minggu dengan formasi 1 orang pemelihara, 1 orang Muadzin dan 1 orang Khotib.

Ada lagi legenda para wali yang berhubungan dengan Sumur Jalatunda yang berasal dari jala yang ditinggalkan Sunan Kalijaga saat diperintahkan mencari sumber mata air untuk berwudhu-nya para wali yang pada saat itu sedang mengadakan pertemuan. Sumur Jalatunda ini dikenal sebagai zam-zam-nya Cirebon.

Mengunjungi kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati sebetulnya tidak terlalu sulit. Lokasi-nya tidak jauh dari kota Cirebon. Jalan masuknya juga bisa dilalui oleh mobil dan sudah tersedia lahan parkir yang cukup luas.

SUMBER :http://www.iatmi-cirebon.org/ver.2/BeritaCirebon.php?IDKategori=4&id=100

Tidak ada komentar:

Posting Komentar