Selasa, 16 Maret 2010

Peluang Baru

Topeng Cirebon dan Kraton Cirebon

menulis tentang keberadaan seni Tari Topeng Cirebon dengan kaitannya di dalam Keraton Cirebon, maka tidak bisa lepas dari perjalanan sejarah berdirinya Penguasa Islam di daerah pesisir ini.

Pada saat berkuasanya Sunan Gunung Jati sebagai Pimpinan Islam di Cirebon, maka datanglah percobaan untuk meruntuhkan kekuasaan Cirebon di Jawa Barat. Tokoh pelakunya adalah Pangeran Welang dari daerah Karawang. Tokoh ini ternyata sangat sakti dan memiliki pusaka sebuah pedang bernama Curug Sewu. Penguasa Cirebon beserta para pendukungnya tidak ada yang bisa menandingi kesaktian Pangeran Welang. dalam keadaan kritis maka diputuskan bahwa utnuk menghadapi musuh yang demikian saktinya harus dihadapi dengan diplomasi kesenian. Setelah disepakati bersama antara Sunan Gunung Jati, Pangeran Cakrabuana dan Sunan Kalijaga maka terbentuklah team kesenian dengan penari yang sangat cantik yaitu Nyi Mas Gandasari dengan syarat penarinya memakai kedok/topeng.

Mulailah team kesenian ini mengadakan pertunjukan ke setiap tempat seperti lazimnya sekarang disebut ngamen. dalam waktu singkat team kesenian ini menjadi terkenal sehinga Pangeran Walang pun penasaran dan tertarik untuk menontonnya. Setelah pangeran Walang menyaksikan sendiri kebolehan sang penari, seketika itu pula dia jatuh cinta, Nyi Mas Gandasari pun berpura - pura menyambut cintanya dan pada Saat Pangeran Walang melamar maka Nyi Mas Gandasari minta dilamar dengan Pedang Curug Sewu. Pangeran Walang tanpa pikir panjang menyerahkan pedang pusaka tersebut bersamaan dengan itu maka hilang semua kesaktian Pangeran Walang.

Dalam keadaan lemah lunglai tidak berdaya Pangeran Walang menyerah total kepada sang penari Nyi Mas gandasari dan memohon ampun kepada Sunan Gunung Jati agar tidak dibunuh. Sunan Gunung Jati memberi ampun dengan syarat harus memeluk agama Islam. Setelah memeluk agama Islam Pangeran Walang dijadikan petugas pemungut cukai dan dia berganti nama menjadi Pangeran Graksan. Sedangkan para pengikut Pangeran Walang yang tidak mau memeluk agama Islam tetapi ingin tinggal di Cirebon, oleh Sunan Gunung Jati diperintahkan untuk menjaga keraton - keraton Cirebon dan sekitarnya.

( Cerita ini diambil dari buku Babad Cirebon Carang Satus dan pernah dipentaskan melalui pagelaran Wayang Golek Cepak oleh Dalang Aliwijaya di Keraton Kacirebonan Cirebon ).

Melihat keberhasilan misi kesenian topeng bisa dijadikan penangkal serangan dari kekuatan - kekuatan jahat maka pihak penguasa Cirebon menerapkan kesenian topeng ini untuk meruat suati daerah yang dianggap angker. Dan kelanjutannya kesenian topeng ini masih digunakan di desa - desa untuk upacara ngunjung, nadran, sedekah bumi dan lain - lainnya.

Setelah masyarakat menerima tradisi meruat itu, di samping harus ada pagelaran wayang kulit juga harus menampilkan tari topeng, maka tumbuh suburlah penari - penari topeng di Cirebon. Namun yang mula - mula menarikan tari topeng ini kebanyakan para dalang wayang kulit yang sebelum pentas wayang, pada siang hari sang dalang harus menari topeng terlebih dahulu. Oleh karenanya para dalang wayang kulit yang lahir sebelum tahun 1930 diwajubkan untuk mendalami tari topeng terlebih dahulu sebelum menjadi dalang wayang kulit. Dalam hubungannya pihak keraton selalu melibatkan kesenian untuk media dakwah dalam penyebaran agama Islam, dan pihak keraton memberikan nama Ki Ngabei untuk seniman yang juga berdakwah.

Kesenian tari topeng Cirebon menjalankan sisi dakwah keagamaan dengan berpijak kepada tata cara mendalami Islam di Cirebon yang mempunyai 4 (empat) tingkatan yang biasa disebut : Sareat, Tarekat, Hakekat dan Ma'ripat.

TARI TOPENG CIREBON

Tari Topeng Cirebon, adalah salah satu tari/cerita tradisional yang masih hidup di kota Cirebon dan sekitarnya.



Secara garis besar tari Topeng Cirebon ini terdiri atas :
1. Tari yang bersifat raksasa ( Danawa )
2. Tari yang bersifat krodan ( gagah ) misalnya : Rahwana, Kangsa
3. Tari Tumenggungan
4. Tari Panji

Dari keempat tari topeng ini dapat dikembangkan secara tradisi, yang memiliki khas sendiri seperti :
1. Tari Panji
2. Tari Samba
3. Tari Tumenggung
4. Tari Rumyang
5. Tari Kelana / Rahwana
6. Tari Jingga Anom
7. Tari Pentul
8. Tari Tembem

Akan tetapi yang sampai saat ini dikenal adalah Tari Panji, Tari Samba, Tari Tumenggung, Tari Rumyang dan Tari Kelana / Rahwana.

Tari Topeng ini sesungguhnya secara filsafat menggambarkan perwatakan kehidupan manusia.

1. Tari Panji : menggambarkan manusia yang suci layaknya seorang prabu, pemimpin yang arif, adil dan bijaksana dan selalu mengerjakan perbuatan yang baik.

2. Tari Samba : menggambarkan gemerlapnya keduniawian, harta benda, wanita, bermewah - mewah, glamour. Oleh karena itu tarian ini kelihatan lincah dan kaya akan gerak dan irama.

3. Tari Tumenggung : adalah gambaran dari sikap kehidupan prajurit dan kepahlawanan yang gagah berani. penuh dedikasi, loyalitas dan tanggung jawab yang tinggi.

4. Tari Kelana / Rahwana : menggambarkan angkara murka, watak manusia yang serakah dan menghalalkan segala cara demi mewujudkan ambisi pribadinya. Namun dia juga adalah pemimpin yang kaya raya, memiliki keduniawian yang tangguh.

Melihat tradisi seni tari topeng, pengamatan kita tidak bisa lepas dengan perlengkapan yang dipakai seperti tersebut di bawah ini :


1. Kedok / Topeng yang terbuat dari kayu dan cara memakainya dengan menggigit bantalan karet pada bagian dalam nya.

2. Sobra sebagai penutup kepala yang dilengkapi dengan jamangan dan dua buah sumping.

3. Baju yang berlengan.

4. Dasi yang di lengkapi dengan peniti ukon (mata uang jaman dulu )

5. Mongkron yang terbuat dari batik lokoan.

6. Ikat pinggang stagen yang dilengkapi badong.

7. Celana sebatas bawah lutut.

8. Sampur / selendang

9. Gelang tangan

10. Keris

11. Kaos kaki putih sampai lutut

12. Kain batik

13. Kadang - kadang dilengkapi dengan boro (epek)

Selain kelengkapan busana tersebut di atas kadang - kadang untuk Tari Topeng Tumenggung menggunakan tambahan berupa tutup kepala kain ikat dan di lengkapi dengan peci dan kaca mata.

Iringan gamelan biasanya berlaras slendro atau prawa yang terdiri dari :

1. Satu pangkon bonang

2. Satu pangkon saron

3. Satu pangkon titil

4. Satu pangkon kenong

5. Satu pangkon jengglong

6. Satu pangkon ketuk

7. Satu pangkon klenang

8. Dua buah kemanak

9. Tiga buah gong (kiwul, sabet dan telon)

10. Seperangkat kecrek

11. Seperangkat kendang yang terdiri dari : kempyang, gendung, ketiping. Semuanya dimainkan dengan alat pemukul, kecuali untuk Tari Topeng Tumenngung kendang dimainkan secara biasa yaitu di tepak/dipukul dengan tangan.

Lagu - lagu yang mengiringi adalah :

  • Kembangsungsang untuk Topeng Panji
  • Kembangkapas untuk Topeng Pemindo
  • Rumyang untuk Topeng Rumyang
  • Tumenggung untuk Topeng Tumenggung
  • Barlen untuk Topeng Jinggaanom
  • Gonjing untuk Topeng Kelana

Juga dilengkapi dengan lagu tratagan dan lagu wayang perang pada saat perang antara Tumenggung dan Jinggaanom.

Ada baiknya untuk menambah pengetahuan kita bersama untuk mengetahui macam - macam bentuk sobra :

  • Sobra sulu selembar
  • Sobra jeruk sejajar
  • Sobra Gedang searip
  • Sobra Merang segedeng
Dengan mengetahui perjalanan seni tari tradisional di Cirebon khususnya jelaslah kita dituntut untuk berupaya agar seni ini tidak habis dimakan jaman dan ditinggalkan oleh generasi yang akan datang.

sumber : http://balagadona.blogspot.com/2009/08/topeng-cirebon-dan-kraton-cirebon.html

1 komentar:

  1. keren bgt tuh kalo Tari Klana udah beraksi...penuh semangat, keperkasaan, pokoknya bener2 Gagah bgtlah...T.O.P.B.G.T.

    BalasHapus