Rabu, 17 Maret 2010

TAMANSARI/GUA SUNYARAGI, CIREBON

Print PDF

sunyaragiJika ingin melihat sisa-sisa kejayaan masa lalu keraton Cirebon, mampirlah ke Taman Sunyaragi, atau biasa disebut dengan Gua Sunyaragi.

Taman Sunyarangi atau Gua Sunyaragi pada jaman Kesultanan Cirebon berfungsi Tamansari, oleh karenanya taman ini juga sering disebut Tamansari Sunyaragi. Nama "Sunyaragi" berasal dari kata "sunya" yang artinya adalah sepi dan "ragi" yang berarti raga, keduanya adalah bahasa Sansekerta.

Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya. Gua Sunyaragi merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati sekarang bernama keraton Kasepuhan.

Gua Sunyarangi adalah suatu cagar budaya Indonesia yang terletak di Jl.Brigjend. A.R.Dharsono, kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon, dengan luas sekitar 15 hektar.

Tempat ini adalah salah satu peninggalan sejarah di Kota Cirebon, setelah Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Sejarah
Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, Tamansari Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh oleh Pangeran Kararangen. Sedang Pangeran Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya Carbon sendiri.

Namun menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun sekitar tahun 1529, dan alasan didirikannya bangunan ini adalah karena Pesanggrahan ”Giri Nur Sapta Rengga” berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Hal ini dapat dilihat dari taman Candrasengkala yang disebut ”Taman Bujengin Obahing Bumi” yang menunjuk angka tahun 1529, dimana ini berarti sama dengan yang ada di Keraton Kasepuhan yaitu pada bangunan Siti Inggil, dimana terdapat tanda candra sengkala ”Benteng Tinataan Bata” yang menunjuk angka tahun 1529 M. Selain itu di kedua tempat itu juga terdapat persamaan, yakni terdapat gapura ”Candi Bentar” yang sama besar bentuk dan penggarapannya. Menurut catatan ini, Pangeran Kararangen hanya membangun kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.

Pemugaran
Tamansari Sunyaragi telah beberapa kali mengalami perbaikan, yang pertama adalah pada tahun 1852 M yaitu zaman pemerintahan Sultan Syamsudin IV, setelah dilanda kerusakan oleh serangan Belanda pada tahun 1787 M. Saat itu, taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam Cay, seorang arsitek Cina, konon diminta Sultan Adiwijaya untuk memperbaikinya. Namun, arsitek Cina itu ditangkap dan dibunuh karena dianggap telah membocorkan rahasia gua Sunyaragi kepada Belanda. Karena itu, di kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok bertulis ”Kuburan Cina”.

Yang kedua adalah pada tahun 1937 - 1938 M pernah dipugar oleh Pemerintahan Belanda yang pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan di Semarang, Krisjnan. Ia hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada bagian atap lengkung. Namun terkadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan bangunan keseluruhan. Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling.

Pemugaran terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984.

Denah Gua Sunyaragi
Seperti layaknya sebuah keraton, begitupun dengan Tamansari Sunyaragi, terdiri dari bagian-bagian yang sangat luas dengan fungsinya masing-masing. Kompleks Tamansari Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar mandi, kamar rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam. Bangunan gua-gua berbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah dan saluran air. Bagian luar komplek aku bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar berbentuk candi bentar dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa.

Bagian pertama adalah Gua Pengawal, gua ini adalah sebagai pusat para prajurit yang bertugas mengawasi keadaan Tamansari. Bagian kedua adalah Bangsal Jinem, tempat ini biasanya dipergunakan sebagai tempat pertemuan tamu-tamu keraton yang mengunjungi tamansari. Bagian ketiga adalah Gua Peteng, gua ini memang keadaannya sangat gelap sekali, makanya dinamakan gua peteng. Dulu, para pangeran dan para sultan banyak lelaku, dan lelaku-lelaku itu biasanya dilakukan di Gua Peteng. Bagian keempat adalah Gedung Penembahan, yang terdiri dari ruang kaputran-tempat bersoleknya para Pangeran, dan ruang Kaputren-tempat bersoleknya para Putri Keraton.

Bagian selanjutnya adalah Balai Kambang, adalah suatu bangunan dengan luas 25 meter persegi, yang menurut ceritanya, bangunan ini zaman dulu dikelilingi oleh air. Sehingga para tamu bisa langsung masuk dari pintu pertama langsung menuju Balai Kambang dengan menggunakan perahu. Kemudian para abdi keraton menyambut tamu yang hadir dengan menabuh gamelan diatas Balai Kambang. Terus menyusuri gua, kemudian kita akan sampai di Gua Padang Ati, adalah tempat semedinya para Pangeran mencari petunjuk Sang Ilahi, terutama jika sedang ada suatu permasalahan. Di sebelahnya adalah Gua kelanggengan, gua ini dipercaya sebagai tempat yang dapat melanggengkan pernikahan keluarga, atau seseorang yang ingin segera mendapat jodoh.

Selain gua-gua tersebut di atas, juga terdapat taman-taman yang dipercaya sebagai taman-taman yang sangat indah pada waktu zamannya. Indah karena taman-taman tersebut, nampak dari petilasannya, tersusun sangat rapi dan bernuansa romantis. Terbuka, bisa memandang langit dengan leluasa dan disertai dengan tempat duduk dari batu sebagai tempat bersantai. Taman-taman tersebut adalah; Taman Bajenggi Obahing Bumi; Taman Puteri Bucu dan Perawan Sunti dan Taman Kaputren.

Walaupun berubah-ubah fungsinya menurut kehendak penguasa pada zamannya, secara garis besar Tamansari Sunyaragi adalah taman tempat para pembesar keraton dan prajurit keraton bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan. Bagian-bagiannya terdiri dari 12 antara lain:

  1. Bangsal Jinem: tempat sultan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih;
  2. Goa Pengawal: tempat berkumpul para pengawal Sultan;
  3. Kompleks Mande Kemasan (sebagain hancur);
  4. Goa Pandekemasang: tempat membuat senjata tajam;
  5. Goa Simanyang: tempat pos penjagaan;
  6. Goa Langse: tempat bersantai
  7. Goa Peteng: tempat nyepi untuk kekebalan tubuh;
  8. Goa Arga Jumud: tempat orang penting keraton;
  9. Goa Padang Ati: tempat bersemedi;
  10. Goa Kelanggengan: tempat bersemedi agar langgeng jabatan;
  11. Goa Lawa: tempat khusus kelelawar;
  12. Goa Pawon: dapur penyimpanan makanan.

Arsitektur Gua Sunyaragi
Dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif ragam rias yang muncul serta pola-pola bangunan yang beraneka ragam dalam Taman Sunyaragi, dapat disimpulkan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi merupakan hasil dari perpaduan antara gaya Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atau Tiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa.

Gaya Indonesia klasik atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan berbentuk joglo. Misalnya, pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan gedung Pesanggrahan, bentuk gapura dan beberapa buah patung seperti patung gajah dan patung manusia berkepala garuda yang dililit oleh ular. Seluruh ornamen bangunan yang ada menunjukkan adanya suatu sinkretsime budaya yang kuat yang berasal dari berbagai dunia. Namun, umumnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia Klasik atau Hindu.

Gaya Cina terlihat pada ukiran bunga seperti bentuk bunga persik, bunga matahari dan bunga teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di bagian luarnya. Keramik-keramik itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak diketahui coraknya yang pasti. Penempatan keramik-keramik pada bangunan Mande Beling serta motif mega mendung seperti pada kompleks bangunan gua Arga Jumut memperlihatkan bahwa gua Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur Cina. Selain itu ada pula kuburan Cina, kuburan tersebut bukanlah kuburan dari seseorang keturunan Cina melainkan merupakan sejenis monumen yang berfungsi sebagai tempat berdoa para keturunan pengiring-pengiring dan pengawal-pengawal Putri Cina yang bernama Ong Tien Nio atau Ratu Rara Sumanding yang merupakan istri dari Sunan Gunung Jati.

Sebagai peninggalan keraton yang dipimpin oleh Sultan yang beragama Islam, gua Sunyaragi dilengkapi pula oleh pola-pola arsitektur bergaya Islam atau Timur Tengah. Misalnya, relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap pasholatan atau musholla, adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu serta bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Hal tersebut menjelaskan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi juga mendapat pengaruh dari Timur Tengah atau Islam.

Gua Sunyaragi didirikan pada zaman penjajahan Belanda sehingga gaya arsitektur Belanda atau Eropa turut mempengaruhi gaya arsitektur gua Sunyaragi. Tanda tersebut dapat terlihat pada bentuk jendela yang tedapat pada bangunan Kaputren, bentuk tangga berputar pada gua Arga Jumut dan bentuk gedung Pesanggrahan.

Secara visual, bangunan-bangunan di kompleks gua Sunyaragi lebih banyak memunculkan kesan sakral. Kesan sakral dapat terlihat dengan adanya tempat bertapa seperti pada gua Padang Ati dan gua Kelangenan, tempat sholat dan pawudon atau tempat untuk mengambil air wudhu, lorong yang menuju ke Arab dan Cina yang terletak di dalam kompleks gua Arga Jumut; dan lorong yang menuju ke Gunung Jati pada kompleks gua Peteng. Di depan pintu masuk gua Peteng terdapat patung Perawan Sunti. Menurut legenda masyarakat lokal, jika seorang gadis memegang patung tersebut maka ia akan susah untuk mendapatkan jodoh. Kesan sakral nampak pula pada bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Kabah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem. Selain itu ada pula patung Haji Balela yang menyerupai patung Dewa Wisnu.

Pada tahun 1997 pengelolaan gua Sunyaragi diserahkan oleh pemerintah kepada pihak keraton Kasepuhan. Hal tersebut sangat berdampak pada kondisi fisik gua Sunyaragi. Kurangnya biaya pemeliharaan menyebabkan lokasi wisata gua Sunyaragi lama kelamaan makin terbengkelai.


sumber : http://liburs.com/obyek-wisata/bandung-dan-jawa-barat/775-tamansarigua-sunyaragi-cirebon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar