
SH/bayu dwi mardana
Sonny (45) bersama Yoeng Mie Yin (73), pemilik Toko Sumber Jaya.
             CIREBON – Berburu oleh-oleh khas  Cirebon              ternyata bisa jadi petualangan tersendiri. Di kota  perbatasan antara              provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah itu terdapat  sentra-sentra yang              menyediakan aneka buah tangan bagi para pendatang. Itu  sebabnya              dibutuhkan kejelian dan ketekunan untuk memilihnya.
           
            Cirebon amat terkenal dengan beragam olahan khas pesisir,  terutama              berbahan dasar udang. Ini ditunjukkan dengan betapa mudahnya  kita              mencari aneka buah tangan, seperti terasi, kerupuk, kecap  sampai              abon yang terbuat dari udang maupun ikan asin. Terasi udang  asal              Cirebon harumnya sudah sampai ke mana-mana. Begitu pun  dengan abon              dari rebon (udang kecil). Alhasil terasa belum pas bila  pulang tak              membawa panganan itu.
            Udang memang jadi andalan. Satwa laut ini telah menjadi  kebanggaan              kota di pesisir pantai utara Jawa itu. Warganya pun yakin  udang juga              menyumbang kata untuk nama kota mereka. Saking bangganya,  arsitektur              bangunan Balai Kota dihiasi dengan patung udang. Patung ini  terdapat              di bagian puncak bangunan.
            ”Padahal, oleh-oleh khas Cirebon tak cuma udang saja. Di  toko ini,              kami membaginya menjadi dua, makanan dan non-makanan,” sebut  Sonny,              45, pemilik Toko Sumber Jaya, kios yang khusus menjual  oleh-oleh              Cirebon di Jl. Siliwangi.
            Di bagian makanan, oleh-oleh kembali diklasifikasi: mentah  dan              matang. Kata Sonny, tak semua toko buah tangan menyediakan  kedua              jenis panganan itu. Ada yang mengkhususkan diri menjual  mentah saja,              ada pula cuma sedia matang. ”Bedanya, kami sediakan  dua-duanya.”              Ambil contoh, emping dan kerupuk.
            Untuk olahan bahari, makanan khas Cirebon sebetulnya tak  terpaku              pada olahan udang. Buktinya, kita bisa dengan mudah memilih  ikan              asin jambal roti, ikan bilis kering, ikan kakap kering, ikan  bulu              ayam, star fish dan lainnya. ”Semuanya memang dikeringkan  supaya              tahan lama dan bisa dibawa kemana-mana,” ujar Sonny dengan  ramah.            
            Bila dibiarkan dalam bentuk basah, hasil laut itu sudah  pasti cepat              membusuk. Tentu saja, ini tak bisa memenuhi syarat buah  tangan yang              mudah dibawa dan awet. ”Usaha ini dimulai secara sederhana,  kita              coba kreatif. Daripada dijual basah tapi nggak tahan lama  dan cuma              dibuang, kenapa nggak dibuat bentuk kering,” papar perempuan  perokok              berat itu.
            Ia mengaku usaha ini dimulai oleh ibunya, Yoeng Mie Yin (73)  pada              1979. Saat itu, tempat mereka berjualan belum sebesar  sekarang, cuma              sebuah toko berukuran 5 x 7 meter. Waktu itu toko ini ada di  Pasar              Pagi Cirebon, tempat ini memang dikenal sebagai pusat  oleh-oleh.
            Pada 1988, toko Sumber Jaya pindah. Mereka menempati toko  baru di              Jl. Siliwangi. Ini jalan utama yang selalu ramai. Sebab  jalur ini              yang menghubungkan Balai Kota dan Alun-alun Kejaksan dengan  daerah              lain. Perpindahan ini makin pas sebab di sepanjang jalan ini               hotel-hotel pun tumbuh subur. Kelancaran usaha mereka  terbukti              dengan tiga cabang yang dimiliki. ”Tapi yang dua itu beda  manajemen.              Yang ngurus adik saya,” jelas Sonny tersenyum.
           
            Bervariasi
            Soal harga, lanjut Sonny, bervariasi. Tiap produk dibanderol  sesuai              dengan mutu dan kandungan bahan baku. Makin gurih dan makin  banyak              bahan baku yang dipakai tentu saja harganya bakal menguras  kantong.              Agar seluruh segmen pasar tercapai, toko Sumber Jaya memilih  untuk              menyediakan beragam harga, sesuai dengan kualitas.
            Lihat saja, pada harga yang ditawarkan untuk oleh-oleh  terasi udang.              Mau cari harga sepuluh ribu-an sampai seratus ribu pun  tersedia.              Star fish kering dijual dari Rp 45.000 – Rp 90.000 per  kilogram.              Kerupuk udang ukuran 250 gram, antara Rp 4.500 sampai Rp  12.500.
            Selain makanan ala bahari, juga ada manisan. Panganan ini  tersedia              dari yang fresh sampai bentuk kering. Manisan mangga daging  dengan              kualitas super bisa dibawa pulang dengan harga, Rp 55.000  per              kilogram. Selain enak, manisan ini dijamin tak hancur dalam  waktu 9              bulan. ”Total kering dan tanpa pengawet,” tukas Sonny tanpa              bermaksud promosi.
            Anda pun bisa membawa sirup Campolai. Sirup yang menggunakan  bahan              dasar gula batu ini memberikan cita rasa alami yang berbeda  dengan              sirup lainnya. Sirup ini cukup mendapat tempat para pemburu              oleh-oleh.
            Khas yang tak kalah menggoda adalah teh, rengginang, hingga  kerupuk              melarat. Makanan khas tersebut tidak semata dari Cirebon,  tetapi              juga perpaduan dari daerah sekitar, seperti dari Plered,  Indramayu,              dan Kuningan. Bahkan ada beberapa modifikasi menarik yang  dibuat              dengan menggunakan bahan sama.
            Sebenarnya makanan tersebut lebih dikenal di kalangan  masyarakat              menengah ke bawah. Namun, berkat penanganan yang piawai,  seperti              rasa dan penyajiannya, makanan ini pun dapat dirasakan  setiap              kalangan.
           
            Non-Makanan
            Untuk oleh-oleh non-makanan, kita bisa memilih beragam  produk,              seperti batik trusmi, poci (tempat menyeduh teh), gerabah,  lukisan              kaca, lukisan batu alam, dan masih banyak lagi. Sejak lama  Cirebon              sudah dikenal dengan kerajinan tangan yang khas. Tak heran  bila di              sekitar Cirebon muncul berbagai sentra kerajinan rakyat.
            Menurut para ahli sejarah, kemunculan sentra-sentra tersebut  tak              terlepas dari upaya penyebaran agama Islam pada masa Sunan              Gunungjati sekitar 500 tahun silam. Para pengikut setia  Sunan              Gunungjati mengajarkan berbagai kerajinan tangan untuk  menarik minat              masyarakat saat itu memeluk agama Islam.
            Misalnya saja, Ki Tegalmantra yang mengajarkan anyam-anyaman  kepada              masyarakat Cirebon bagian barat sambil berdakwah menyebarkan  Islam.              Keterampilan ini terus berlanjut turun-temurun, melewati  beberapa              generasi.
            Sampai sekarang penduduk Desa Tegalmantra dan Tegalwangi  (tempat Ki              Tegalmantra menyebarkan agama Islam) dikenal sebagai sentra  industri              kerajinan rotan terbesar di Jawa. Sedangkan makam Ki  Tegalmantra              masih terpelihara dengan baik.
            Sementara itu Pangeran Kejaksaan dan Ki Bekila yang memiliki               keterampilan membuat benda-benda dari besi, menyebarkan  agama Islam              di sekitar Desa Jemaras Kecamatan Klangenan. Sampai sekarang               keterampilan membuat barang-barang dari besi seperti pacul,  golok,              dan pisau, masih dilanjutkan penduduk setempat.
            Penyebaran Islam juga ikut mempengaruhi setiap motif hias  kerajinan              tangan, baik ukir kayu, batik maupun gerabah, didominasi  motif hias              flora seperti bunga melati dan sulur kangkung maupun yang              dipengaruhi budaya Cina seperti wadasan (batu karang) dan  mega              mendung. Sedangkan motif hias fauna, tidak terdapat dalam  berbagai              kerajinan Cirebon karena sebaiknya dihindari sesuai ajaran  Islam.
            Di Desa Trusmi, Kabupaten Cirebon – sekitar 5 kilometer dari  pusat              kota, kita bisa membeli aneka batik khas Cirebon. Batik  Cirebon              termasuk batik pesisir yang mempunyai corak dan motif  tersendiri.              Salah satu ciri khas batik asal Cirebon yang tidak ditemui  di tempat              lain adalah motif Mega Mendung, yaitu motif berbentuk  seperti awan              bergumpal-gumpal yang biasanya membentuk bingkai pada gambar  utama.
            Batik dari desa Trusmi telah menyebar ke mana-mana. Pangsa  pasarnya              bukan lagi lokal tetapi sudah merambah mancannegara. Tak  heran bila              batik dari desa ini lebih dikenal dengan nama Batik Trusmi.  Di sini,              banyak toko yang khusus menjual Batik Trusmi.
            Kerajinan rotan bisa ditemui di Tegalwangi, Kecamatan  Plumbon. Aneka              bentuk dan desain rotan dapat Anda pilih-pilih sendiri. Di  desa              Bobos, Sumber terdapat kerajinan tangan lukisan dari batu  alam. Bila              mengambil jalur ke Jakarta/Bandung lewat Majalengka, Anda  akan              melewati desa ini. Nah, asyik kan?
jangan lupa oleh2 kaos cherbonan 'megamend' di jl raya sunan gn. jati
BalasHapus